POV Mazaya
“Sayang, aku pergi kerja dulu ya. Baik-baik dirumah, hari ini mau ngapain?” Tanya suamiku lembut dipagi ini.
“Nanti mau ambil pesenan tas dari toko, terus mau packing terus langsung kirim, gitu aja mulu tiap hari, kaya kaga tau aja deh yang.” Jawabku meledek.
“Ya kan, kali aja ada yang baru hari ini terus aku ga tau, aku berangkat ya kamu hati-hati dirumah, nanti bawa mobil juga hati-hati. Kabarin ya kalau mau kemana-mana.” Pesan wajib pria tampan ini setiap hari. Perhatiannya ini yang selalu membuatku jatuh cinta setiap hari.
“Iya sayang…” Jawabku sembari melepas keberangkatannya dipagi ini.
Rutinitas ini sudah berlangsung empat tahun terakhir. Ya, ini tahun keempat pernikahan kami, dan belum dikaruniai anak. Sebenarnya kami bahagia saja seperti ini, aku yang bahagia lebih tepatnya.
Perkenalan singkat dengan Kak Rizhan ternyata bermuara ke pelaminan. Dia melamarku tepat dihari ketujuh kami kenal. Dan aku menjawab dengan menyodorkan Curriculum Vitae Taaruf ku untuk ia baca. Jika ia pun tertarik kuberi pesan untuk meneruskan dokumen itu kepada keluarganya. Aku tidak ingin ambil resiko dengan menikah dengan lelaki asing bukan?
Namun, berpacaran juga bukan hal yang diperbolehkan agama kami jika didapatkan dua insan yang saling tertarik. Menikah adalah hal terbaik yang bisa dilakukan ketika dimabuk cinta. Menikah memiliki banyak keutamaan, seperti akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan.
“Mereka akan begitu tenang ketika berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut
ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya”. Ucap seorang Ustad dalam seminar pranikah yang pernah aku ikuti.
Pendapat lain pun mengatakan “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang
menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan”. Begitu besarnya keutamaan menikah hingga keutamaan nya adalah menyempurnakan separuh agama.
Tapi ada syarat dan ketentuan tentu saja, tidak asal jatuh cinta kemudian menikah. No ! Bagiku harus dengan jalan yang benar, pasanganku nanti sudah harus berpenghasilan, dan agamanya baik. Bukan lelaki yang enggan shalat lima waktu. Aku harus memilihkan pria terbaik untuk menjadi Ayah dari anak-anakku.
Ah ya, satu lagi. Bukan pria perokok. Aku benci sekali asap rokok. Mencium asap rokok dari jarak 3 meter saja sukses membuatku bersin-bersin satu hari penuh. Apalagi menjadikan perokok pasangan hidupku. Tidak, aku tidak ingin meninggal sia-sia.
Dan menurutku, Kak Rizhan memenuhi semua kriteria awal ini. Maka, Melakukan Taaruf adalah jalan tengahnya. Bismillah..
Setelah ku lihat respon Kak Rizhan dan keluarga nya menunjukkan lampu hijau, kemudian ia membalas dengan Curriculum Vitae Taaruf miliknya. Akhirnya keberadaan Kak Rizhan mulai ku ceritakan kepada Ayah dan Bunda.
Mengejutkannya Ayah dan Bunda menerima dengan baik. Apaaaa..
Usia ku baru 22 tahun dan sudah diberi izin menikah?
Baca Juga : Terima Kasih Telah Percaya Bahwa Aku Cahaya Surga Untukmu – Cerita Ibu Part 3
0 comments